Postingan

Menampilkan postingan dari 2012

Radio Satria...Sepotong Cerita Semangat Kebersamaan Sebuah Kampung

Kampung halaman ibuku, kampung Bojongdanas, kecamatan Panumbangan, Ciamis, Jawa Barat, yang berada di kaki gunung Syawal, sekitar 3 km arah timur Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya, menyimpan banyak cerita untuk dibagi. Sejak bersekolah, dua kali dalam setahun kuhabiskan waktu liburku di kampung ibuku itu, yaitu setiap libur lebaran dan libur panjang sekolah. Bukan hanya keindahan alam yang ditawarkan, kebersamaan dan semangat jiwa muda yang dimiliki warga dari segala usia di sini juga memberi kesan mendalam bagi yang melihatnya. Kampung yang lebih sering disebut 'Bonas' ini padat dengan kegiatan warga, terutama dalam bidang kesenian. Teater, vokal grup, sanggar tari dan beberapa kelompok kegiatan kesenian lainnya dibentuk. Satu yang paling menarik, sekitar awal tahun 90-an (kalau tidak salah ingat) sebuah radio komunitas dibentuk secara gotong-royong oleh warga. Studio radio ini ditempatkan di sebuah ruang kecil yang bersekat jadi dua ruangan, di kantor balai desa.

Baru belajar ya, mas?

Saat mengantri di depan sebuah mesin ATM yang terbuka, berdiri di depanku seorang pria setengah baya, bergaya perlente, sibuk bertelepon ria dengan hp canggihnya. Pikirku, pasti pria yang satu ini transaksinya berjumlah besar dan so pasti dia paham betul teknologi. Tibalah giliran pria tersebut menggunakan mesin ATM. Setelah memasukkan kartu ATMnya, tiba-tiba ia membungkuk saat membaca display di mesin tersebut dengan wajah kebingungan. Sesekali ia agak menegakkan badan, lalu membungkuk lagi, tetap dengan wajah bingungnya. Satu persatu tombol ATM pun ditekannya secara lambat seperti sedang mengeja tulisan. Itupun dilakukannya dengan sesekali membaca tulisan di layar hp-nya. Lalu ia kembali bungkuk, tegak, bungkuk, tegak. Kejadian yang cukup 'ajaib'. Belum pernah aku melihat pengguna mesin ATM dengan gaya seperti itu. Entah apa yang ditekannya lalu kartu ATMnya keluar dan dia kebingungan. Dicobanya lagi memasukkan kartu, menekan-nekan mesin ATM persis dengan gaya dan raut

Nasionalisme Versi Ibuku

Dua tahun lalu, ibuku tak bisa pasang bendera waktu agustusan karena benderanya sobek, mau beli katanya tanggung mending buat tahun depan.  Tahun kemaren, ibuku batal pasang bendera lagi krna tiang benderanya terpaksa dipakai untuk pengganti tiang antena tv yang patah. Tahun ini, tiang sudah ada, bendera sudah ada,..waktu dipasang tiba-tiba angin kencang dan tiangnya patah, bnderanya jatuh dan kotor.  Hasilnya.... setiap 17 agustusan ibuku tak pernah pasang bendera. Tapi, bicara nasionalisme... dia punya rasa yang kuat...  Ibuku lebih suka makanan Indonesia daripada makanan luar (jelas krna tak biasa lidahnya..) Ibuku lebih suka mendengar musik dan menonton film Indonesia daripada musik atau film asing (iya laah.. dia nggak ngerti bahasanya...) Dan yang pasti, ibuku tak suka gaya pakaian ala luar terutama pakaian ala barat, korea, dsb (tentu aja, mau dipakai kemana sama dia?...) Yang jelas, nasionalisme tidak bisa diukur dari apapun yang terlihat... itu ada di dalam

Jakarta Juga Kampung Gue...

Gue termasuk salah satu anak yang ditakdirin untuk ngerasain banyak hal di balik Jakarta punya cerita. Gimana enggak, sejak dibrojolin nyokap gue sampe lulus SMA alhamdulillah gue adem ayem aja hidup di Jakarta yang segitu panasnya. Meskipun sejak kuliah di salah satu kampus di Bandung kebanyakan aktifitas gue mulai beralih ke kota lain, Jakarta tetap jadi kampung idola gue.  Ngomong-ngomong soal Jakarta punya cerita, mungkin aspal di sepanjang kota Jakarta gak cukup buat ditulisin semua cerita di seputar kehidupan di kota ini. Begitulah kota multikultur yang satu ini, dari uda-uda nasi kapau, mbok jamu gendong, preman terminal sampai wan abud keturunan raja minyak dari Arab ada di sini. Istilah kerennya "numplek!" Di mata banyak orang, Jakarta punya berbagai kesan baik menyenangkan maupun menyebalkan. Dalam hal menyenangkan, Jakarta memang surganya fasilitas, apalagi di dunia hiburan. Berbagai arena wisata keluarga, pusat perbelanjaan, pusat jajanan sampe hiburan m

Dilema Masyarakat Pesisir (Aceh)

Gempa dan tsunami yang meluluhlantakkan sebagian wilayah Aceh pada tahun 2004 silam tak bisa dilepaskan dari sejarah kehidupan masyarakat Aceh. Peristiwa yang disaksikan milyaran mata di dunia melalui media itu juga tak luput dari ingatanku. Pasca kejadian tsunami, sempat terlintas dalam pikiranku pertanyaan mengapa jutaan warga tetap mendiami wilayah sepanjang garis pantai di sana.  Itu dulu... Perjalanan hidup membawaku ke Aceh. Bahkan, saat ini aku dan keluarga memutuskan untuk tinggal di daerah pesisir kota Banda Aceh. Lokasi strategis untuk miencurahkan hobi memancing bagi suamiku, suasana pantai yang tentram dan berbagai alasan lainnya mengantar kami tinggal di bibir pantai. Suara mesin perahu nelayan yang mondar-mandir setiap pagi dan sore jadi rutinitas yang mengisi hari-hari kami. Ibu-ibu dan remaja putri yang berburu tiram dan membersihkannya bersama-sama sambil bercanda di muara sungai, jaring nelayan yang dijerang depan rumah, sampai suara ketokan palu pembuat per

Mengapa Tak Ada Hari Kartono?

Manusia diciptakan dalam dua jenis, laki-laki dan perempuan. Bersama mereka, ada karakteristik fisik maupun non fisik yang tidak bisa dilepaskan secara kodrati. Tentu saja Tuhan maha adil karena tidak membedakan derajat kedua jenis mahluk ciptaannya ini. Tetapi, pada kondisi sosial saat ini ada kecenderungan dalam pemihakan jenis kelamin tertentu. Jender, jender dan jender…  Saat ini pejuang hak perempuan lebih banyak terdengar gaungnya daripada mereka yang memperjuangkan hak kaum lelaki. Beragam hari peringatan yang berkaitan dengan perempuan dibuat tapi jarang sekali ada hari peringatan yang dikhususkan untuk laki-laki. Sebenarnya ada apa dengan kaum laki-laki? Apa mereka mahluk Tuhan yang tidak spesial atau warga negara kelas dua? Sikap dan pemikiran mengenai pemisahan jender ini tidak bisa disalahkan. Semua itu terjadi tentu ada alasan yang tepat. Dari segi fisik, perempuan dikodratkan punya keistimewaan untuk bisa mengandung, melahirkan, menyusui, mengalami masa menstrua

Ibu...

Ketika di suatu tempat seorang wanita berjuang mempertahankan kehamilannya tanpa seorang suami yang bertanggung jawab, melahirkan dan membesarkan buah cintanya sendirian. Ketika di ujung sana seorang ibu kehilangan jabang bayi dalam kandungan, bahkan harus merasakan getir karena berulang kali mengalaminya dan berjuang agar Tuhan kelak tetap mempertemukannya dengan sang buah hati. Ketika di sudut jalan seorang ibu berjualan di tengah kerasnya kehidupan, sambil mengasuh anaknya sendirian karena telah ditinggal pendamping hidupnya tercinta. Bahkan ketika seorang wanita ditemani suaminya, berjuang untuk melahirkan sang buah hati, ia tetap merasakan sakit yang luar biasa, menggantung asa dan bertaruh nyawa. Ketika berjuta kisah lainnya bergulir di sisi lain dunia... menyampaikan pesan: "Sungguh bukanlah hal yang mudah menjadi seorang ibu, terlebih lagi jika harus dijalani sendirian...!" Wahai ibu di manapun, ku tahu peran dan tanggung jawabmu luar biasa. Tidak mudah kau pikul itu

Tips Bertahan di Pengungsian

Berikut ada sekedar tips bagi teman-teman yang karena kondisi tertentu harus tinggal di pengungsian untuk sementara waktu. Kebetulan tips ini sudah pernah disebarkan untuk teman-teman di pengungsian bencana Merapi tahun 2010 lalu. Tipsnya: 1. Dahulukan tempat istirahat yang lebih layak bagi anak-anak, lanjut usia, penderita sakit dan wanita 2. Prioritaskan ketersediaan air minum, makanan, obat-obatan, tempat buang air kecil/air besar 3. Berikan ruangan khusus bagi pengungsi yang mengidap penyakit menular 4. Selalu adakan tugas jaga secara bergilir di waktu istirahat malam 5. Pastikan kebutuhan/keluhan pengungsi disampaikan kepada koordinator pengungsi untuk diteruskan kepada pihak terkait 6. Pastikan bantuan makanan/minuman/obat-obatan dan sebagainya terdistribusi dengan adil sesuai kebutuhan pengungsi 7. Pastikan ketersediaan air minum yang bersih, kompor/pemanas air, popok bayi/manula, selimut bayi, susu/makanan bayi, pembalut wanita, obat-obatan (khususnya untuk perto