Berartinya Senyum Mama untuk Papaku (Sepotong Cerita soal Almarhum Ayah; 1)

Papa, seorang laki-laki dengan karakter temperamental tapi punya kepekaan luar biasa. Dia bukan orang yang romantis, selera humornya tinggi dan bicara suka blak-blakan tanpa peduli orang lain tersakiti atau nggak. Kalau di mata dia itu yang benar ya pasti dia ucapkan. Tapi urusan prinsip, papa memang agak lebay... Sekali dia berpegang pada satu pemahaman dia, mau betul atau salah dia akan ngotot mempertahankan pendapatnya.

Ini suatu kisah saat papa sudah jatuh bangkrut dan kami pindah rumah ke Bandung, mengontrak rumah di seputaran Margahayu Raya. Papa yang sepanjang perjalanan karirnya lebih banyak berkutat di sektor industri packaging dan menguasai permesinan, tetiba punya keahlian baru, membuat kue-kue kering. Padahal, mama gak mengajarinya, Mbah Google atau Youtube saat itu pun belum populer di kalangan pemburu informasi dan ilmu. Ia berusaha membongkar buku-buku resep milik mama, uji coba dengan modal utama: rasa terdesak dan percaya diri yang tinggi (baca: nekad)

Saya, mama dan adik-adik saya sempat bingung saat papa menguji coba berbagai resep. Kami jadi galau kalau banyak salah di percobaan tentunya akan habis banyak bahan yang mubazir. Padahal, saat itu kondisi kami sedang serba kekurangan. Kegalauan lain yaitu keraguan apa papa bisa memasak? Ah rasanya gak percaya. Dia bukan lelaki yang hobi berkutat di dapur. Semasa berkarir aja kalau pulang kerja atau libur papa lebih banyak melakukan hobi olahraganya, mengulik peralatan mesin atau listrik di rumah atau mendengar musik. Selama itu keahliannya dalam dunia makanan cuma satu; menghabiskannya, hehehe...

Tetapi, fualah! Gak sia-sia dapur berantakan ditambah lagi perasaan mama yang berantakan.... Papa bisa membuat beberapa kue kering dengan kualitas yang oke punya! Di antara yang papa buat saat itu adalah pastel kering, kue bawang dan biji ketapang. Kami pun takjub saat mencicipi rasanya... Wah, gak nyangka selama ini papa punya bakat memasak juga ya... Kenapa gak dari dulu biar kami bisa bereksperimen kuliner di rumah...?

Waktu berlalu, sedikit demi sedikit papa mulai menjual kue buatannya ke warung-warung di dekat rumahku. Karena dia memang orang yang terbiasa dengan bisnis packaging atau kemasan produk, papa pun mengemas kue-kue keringnya dengan bagus. Awalnya cuma alat sederhana, segel kemasan dengan lilin atau setrikaan. Sementara itu, papa membuat kertas merk produknya dengan cetakan printer biasa yang ia fotokopi di atas kertas warna warni. Setiap jenis kue punya kode warna tertentu.

Produk yang dijual papa mulai merambah ke minimarket lokal. Ia melakukan konsinyasi ke minimarket rumah sakit, kampus, kantor atau koperasi. Setiap seminggu atau dua minggu sekali papa kunjungi setiap lokasi konsinyasi produknya, menarik uang hasil penjualan dan mengambil returan.

Beberapa bulan usaha itu pun berjalan baik. Produk terjual belum terlalu laris tapi lumayanlah untuk seorang pemula seperti dia. Yang jelas, gak rugi dan ada penghasilan papa terima dari itu.

Suatu ketika, papa pernah menitipkan kuenya ke koperasi sebuah pesantren di Bandung atas. Kyai pesantrennya juga kesohor koq sekarang (gak usah disebut eksplisit ya...). Entah kenapa saat itu penjualan kue sedang tidak bagus. Papa ke minimarket koperasi pesantren itu dan menemukan kuenya hanya laku sangat sedikit sementara sudah dititipkan cukup lama. Rupanya produk papa kalah saingan dengan produk lainnya yang sudah lebih maju dalam industri. Papapun tetiba menjadi lesu, langkahnya gontai dan dia memilih untuk gak lansung pulang ke rumah tapi sholat di mesjid pesantren itu. Papa berusaha mencari cara supaya mama gak sedih mendengar soal ini. Beberapa lama ia duduk mencari ilham... terbesit ide di pikirannya untuk membuang semua produk returan dan pulang ke rumah.

Sampai di rumah, mama pun langsung menanyakan kenapa lama sekali papa pulang. Papa cuma menjawab kalau dirinya sempat duduk di mesjid pesantren yang suasananya nyaman banget, dia mengaku betah. Papa mengaku produk dagangannya laris dan habis. Mamapun tersenyum girang banget. "Alhamdulillah... ," kata mama... "Berarti abis ini kita siap-siap bikin banyak lagi, ya pa..." Papapun cuma mengangguk dan segera mencariku yang sedang santai di kamar. Papa menceritakan yang sebenarnya sampai aku terdiam gak tau harus bilang apa. Dan, papa menanyakan apa aku punya uang untuk menutupi penjualan yang gak laku itu, supaya mama senang dulu. Waduh! aku pun bingung....Saat itu aku memang sedang kuliah sambil bekerja paruh waktu di sebuah majalah, tapi aku belum terima gajiku. Akhirnya aku putuskan untuk meminjam uang sementara ke seorang teman. Alhamdulillah, papapun terbantu...

Besoknya papapun menggenjot produksi dan promosi kue keringnya lagi... Niatnya untuk mengembalikan uang yang dipinjamnya dariku... Padahal aku bilang, gak usah dikembalikan. Papa gak mau begitu... katanya "Lia, business is business... Kalo papa janji pinjem ya pinjem... Lain cerita kalo Lia mau kasih hadiah ke papa ya lain kali"... hehehe, bisa aja si papa.

Ya gitulah... Segitunya papaku ngejaga perasaan mama. Biarpun memang sih, dia bukan laki-laki sempurna dan adalah saat dia  mengecewakan mamaku juga. Tapi, kondisi jatuhnya ia ini sepertinya dijadikan penebus semua kesalahannya kepada mama. Ah, papa... kalo inget ini, kami jadi kangen deh... Pengen peluk papa tapi jauh ya..hehe

Memang ada hadist yang mengajarkan kita mengutamakan ibu kita, ibu kita, ibu kita lalu ayah kita. Tapi buat saya, ayah itu sekali berarti tapi sepanjang hidup sejak kita lahir sampai kita dijemput sang pencipta nantinya. Ibumu, ibumu, ibumu lalu ayahmu yang tak pernah putus memberi arti buatmu. Eaaa.... Jadi baper juga deh saya! Etapi bener nih, sayangin kedua orang tua kita ya. Terima kekurangan mereka dan cobalah bantu mereka tegak berdiri lagi di saat yang sulit buat mereka. Ya ujung-ujungnya kan buat kebaikan kita juga yekaan....

Masih banyak cerita menarik soal papaku yang kupetik hikmah dan pesannya... Buat hidupku saat ini, pengalaman papa bisa jadi guru. Tinggal gimana akunya, males belajar atau pandai menyikapi keadaan. Ceruita soal papaku nanti kulanjut lagi ya.... Ada juga yang lucu-lucunya loh! Cuma, kalau semua ditulis sekaligus, gak selesai dalam satu minggu, hehee.... Tunggu next story ya...!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tradisi "Masawang-sawangan" dan "Matombol-tombolan" Keluarga Kawanua dan Khidmat Paskah dalam Masa Pandemi Covid-19

Ketika Sambal Roa dan Pecel Madiun Bertemu dalam Jamuan Sosial dan Kekinian

Pidato Jokowi dan Kiprah Indonesia di PBB