Wara-wiri di Candi Borobudur

Di pelataran Candi Borobudur tahun 2013


Ini foto saat terakhir saya ke candi Borobudur, di bulan Januari tahun 2013. Saat itu saya sedang hamil anak saya Aisha 35 minggu, menjelang cuti lahiran dan baru selesai kegiatan workshop bareng teman-teman di sebuah project di Jogja.


Saat itu pengunjung sudah tertib masuk ke area candi. Di pintu masuk kami dipinjamkan kain batik untuk dililitkan di pinggang. Mungkin itu untuk kerapihan serta menghormati candi yang juga tempat suci bagi umat Buddha. Pedagang di seputar candi juga sudah ditertibkan di area khusus. Kondisinya jauuuh sekali dengan saat saya berkunjung ke candi Borobudur sekitar 15 tahun sebelumnya. Makin ke sini makin tertib cara pengelola melayani pengunjung candi.

Dalam keadaan perut udah sedemikian besar saya tetap ngotot mau naik ke puncak Borobudur dan alhamdulillah sampai, meskipun udah bikin teman-teman jantungan dan misuh-misuh karena kengeyelan saya, hehehe. Bahkan beberapa kali saya dimarahin sama mbah-mbah di sepanjang jalur mau naik ke puncak Borobudur. Ada yang teriak "Nduk, mau ngapain ke atas? Di atas gak ada dukun beranak!"

Sebelumnya saya sudah 4 kali ke candi Borobudur dan selalu naik ke area stupa. Saya masih ingat saat studi wisata sekolah saya dan teman-teman sangat antusias buat naik dan berfoto di area puncak candi. Saya akui kami juga suka duduk di tembok stupa itu sambil sesekali memasukkan tangan ke rongga-rongga stupa. Maklum anak ingusan belum teredukasi dengan baik soal menjaga kelestarian cagar budaya.

Begitulah, mungkin banyak orang yang sama antusiasnya untuk naik ke Candi Borobudur dan berada dekat stupa-stupanya. Wajar aja banyak juga yang kaget dengan kenaikan tarif tiket masuk untuk ke atas candi meskipun tiket masuk area Borobudur tetap sama yaitu 50 ribu rupiah.

Setelah saya baca banyak informasi ternyata alasan kenaikan tarif itu sangat masuk akal dengan tujian membatasi pengunjung yang naik ke candi yang merupakan cagar budaya sekaligus wahana peribadatan umat Buddha itu.

Bener banget kalau selama ini pengunjung candi kurang taat aturan. Membludak dan gak disiplinnya pengunjung membuat kerusakan situs ini dalam bentuk kecil maupun besar. Semoga aja kebijakan ini efektif menjaga salah satu situs warisan budaya kita itu.

Bagusnya sih kebijakan ini dibarengi sosialisasi yang efektif dulu. Masyarakat memang perlu lebih banyak diedukasi soal pelestarian cagar budaya apalagi yang jadi tempat peribadatan umat beragama.

Yang ditakutin itu setoran yang besar itu jadi lahan korupsi oknum aja. Dan, semoga yang naik dan bayar mahal itu betul-betul orang pilihan yang juga mau menjaga kelestarian candi bukan mau berbuat semaunya di sana karena merasa sudah membayar mahal.

Okelah, semoga saya ada kesempatan lagi berkunjung ke candi Borobudur. Saya mau berfoto dengan siluet candi yang terlihat megah dan eksotis.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika Sambal Roa dan Pecel Madiun Bertemu dalam Jamuan Sosial dan Kekinian

Tradisi "Masawang-sawangan" dan "Matombol-tombolan" Keluarga Kawanua dan Khidmat Paskah dalam Masa Pandemi Covid-19

Pengalaman Room Tour di Rooms Inc untuk Rekomendasi Hotel di Semarang