Kenapa harus mengeluh?
Setiap yang hidup pasti punya masalah, apalagi manusia sebagai mahluk
sosial yang punya banyak keinginan,banyak tanggungjawab dan terutama
interaksi dengan manusia lainnya. Meskipun sesama manusia dilahirkan
dengan derajat yang sama di mata Allah, tidak semua orang punya sikap
yang arif dalam menghadapi masalah. Salah satu bentuk respon atas
masalah yang dihadapi adalah mengeluh.
Mengeluh pada intensitas yang wajar dan dilakukan dengan cara yang tepat kepada orang yang tepat adalah hal yang normal. Hal itu terjadi jika seseorang sedang berkonsultasi masalah kepada yang ahlinya dengan tujuan untuk mencari solusi masalah itu sendiri. Tetapi normalkah jika mengeluh ini dilakukan terus-menerus setiap kali seseorang mendapat masalah?
Mengeluh sendiri ada dua macam, yaitu:
-Pertama, mengeluh karena kesulitan: Mengeluh tipe ini terjadi karena seseorang merasa kehabisan cara mengatasi masalah yang ia hadapi. Masalah itu sendiri bisa berupa masalah kongkrit atau hal biasa tetapi karena sesatu alasan, orang tersebut menganggapnya masalah. Seringkali kita melihat drama realityshow di TV memperlihatkan orang yang menceritakan masalahnya dengan gaya mengeluh dan menunjukkan penderitaan. Sah saja jika itudilakukan untuk mendramatisir situasi untuk mengejar rating sebuah acara meskipun apa yang diperlihatkan itu jadi kurang mendidik. Tapi kenyataannya, sadar atau tidak, kita sering mengeluh terhadap apa yang terjadi pada diri kita. Mengeluh secara eksplisit melalui kata-kata yang diungkapkan atau mengeluh dalam hati berbentuk makian terhadap nasib diri sendiri, umpatan terhadap orang lain dan sebagainya itu semua saja saja.
-Kedua, mengeluh karena kamuflase: Mengeluh tipe ini bisa dikatakan sikap berpura-pura kesulitan mengatasi masalah yang ditunjukkan kepada orang lain untuk suatu tujuan tertentu. Mengeluh kamuflase ini lebih berperan sebagai suatu strategi dari seseorang mencapai yang ia inginkan. Mungkin saja dengan mengeluh, ia menganggap orang lain akan iba dan membantunya mendapatkan sesuatu. Mengeluh tipe ini yang lebih mengkhawatirkankarena bisa menipu dan ikut merugikan orang lain. Saya teringat semasa kecil, salah satu adik saya gemar mengumpulkan makanan atau hadiah berupa barang yang diterima dari orang lain. Tetapi, dia pun ingin memiliki yang orang lain punya dan ingin diberikan hadiah lagi dan lagi. Jadi, barang-barang atau makanan yang dia miliki disembunyikannya dan dia merengek kepada setiap orang yang dianggapnya bisa jadi tempat bermanja-manja. Karena rasa iba orang lain dengan rengekannya, dia pun mendapatkan hadiah demi hadiah. Yang terjadi pada adikku ini merupakan kamuflase cara berpikir anak-anak yang sangat tidak mustahil juga dilakukan oleh orang dewasa. Hanyasaja, apa yang dikejar oleh orang dewasa bobotnya lebih berat dari yang diinginkan anak-anak.
Kita tidak akan membahas lebih jauh untuk jenis mengeluh yang kedua karena itu bukan mengeluh pada artian sebenarnya. Alasan mengeluh sendiri banyak, tetapi mengeluh sendiri dasarnya adalah disebabkan rasa kurang bersyukur seseorang pada kondisi yang diterimanya. Selain itu, mengeluh itu juga bisa disebabkan pada ekspektasi diri sendiri yang berlebihan, menganggap diri istimewa dan butuh perlakuan istimewa dari orang lain juga. Sehingga, ketika oranglain memperlakukannya biasa saja seperti yang lainnya, timbullah kekecewaan. Anda pun pernah dengar kan istilah 'semakin tinggi angan-angan akan semakin tinggi kekecewaan'?
Mengeluh bisa dilakukan di mana dan kepada siapapun. Tetapi, di zaman media jejaring sosial saat ini,mengeluh seringkali dilakukan di facebook atau jejaring sosial lainnya. Beberapa contoh status yang diangkat di media jejaring sosial: “Tuhan, ambil nyawaku...”, “Lagi-lagi dia bikin gue kesel. Kapan dia bisa bikin gue tenang?”, “Pekerjaan menumpuk semakin membuatku gila!”, “Teman, mungkin ini hari terakhirku.Aku gak sanggup lagi hidup di dunia ini..”, dan sebagainya.
Pernahkah terpikir bagaimana perasaan orang lain yang membaca keluhan-keluhan kita? Mungkin di antara mereka yang membaca ada yang bersimpatik, memberi komentar yang menyemangati, mengingatkan kita untuk lebih positif, ada juga yang bersikap tidak peduli atau malah jadi terganggu karena suasana hati pembaca status kita tersebut ikut menjadi negatif. Salah satu contoh kutipan penolakan keluhan orang lain dalam bahasa gaul saat ini yaitu “masalah lo, derita lo!”. Kurang nyaman bukan mendapat respon seperti itu? Beberapa pertanyaan susulan lainnya yang perlu kita jawab pun muncul. Apakah dengan mengeluh di depan umum kita dapat solusi? Apakah berdoa harus lewat jejaring sosial? Apa Tuhan lebih suka hambanya meminta lewat jejaring sosial? Jika kita sakit hati,mengeluh dan orang lain bersimpati, puaskah kita? Apa lantas masalah penyebab sakit hati kita bisa didapat solusinya? Saya yakin jawaban semua pertanyaan tadi tentu “tidak”.
Mengeluh atau bercurhat di media jejaring sosial, bukan hanya tidak efektif tetapi juga bisa berdampak negatif pada citra diri kita di mata orang lain. Mengeluh menunjukkan pola pikir seseorang yang kurang sehat, kurang bersemangat menjalani hidup dan gagalnya seseorang mengadaptasi diri dengan lingkungan sosial. Hal tersebut membuat banyak manajer SDM perusahaan menolakcalon staf yang cenderung suka mengeluh. Hal ini disampaikan seorang teman saya yang menerima pengakuan manajer HRD sebuah perusahaan.
Ada kalanya mengeluh dilakukan karena merasa diri lebih rendah dari orang lain atau ada rasa iri atas apa yang didapat orang lain. Mengenai hal ini, salah satu ayat Al-Qur'an membahasnya:
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian darikarunia-NYA. Sungguh Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS:An-Nisa:32)
Jika segala persoalan dianggap jadi beban, Al-Qur'an pun mengungkapkan bahwa:
“Allah tidak menghendaki untuk memberikan kamu sesuatu beban yang berat, tetapi ia berkehendak untuk membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu supaya kamu berterimakasih.” (QS:Al-Maidah: 6)
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (QS: Al- Insyirah: 5-6).
Mengeluh itu salah satu wujuh rasakurang bersyukur kita terhadap apa yang kita terima. Tentu saja obat untuk segala keluhan itu tadi ya hanya rasa bersyukur yang ditanamkan ke dalam hati kita. Berpikiran positif atau sikap kona'ah bisamembantu kita untuk terus bersyukur. Salah satu hadist pun mengatakan:
Berbicara prasangka, hati kita punya peran utama. Jika hatinya bersih, memandang diri sebagai manusia yang sama derajatnya dengan manusia lain, tidak lebih rendah ataupun lebihtinggi maka mengeluhpun tak akan pernah jadi pilihan.
Jadi, masih pantaskah kita mengeluh? tentu tidak dong ya...
Mengeluh pada intensitas yang wajar dan dilakukan dengan cara yang tepat kepada orang yang tepat adalah hal yang normal. Hal itu terjadi jika seseorang sedang berkonsultasi masalah kepada yang ahlinya dengan tujuan untuk mencari solusi masalah itu sendiri. Tetapi normalkah jika mengeluh ini dilakukan terus-menerus setiap kali seseorang mendapat masalah?
Mengeluh sendiri ada dua macam, yaitu:
-Pertama, mengeluh karena kesulitan: Mengeluh tipe ini terjadi karena seseorang merasa kehabisan cara mengatasi masalah yang ia hadapi. Masalah itu sendiri bisa berupa masalah kongkrit atau hal biasa tetapi karena sesatu alasan, orang tersebut menganggapnya masalah. Seringkali kita melihat drama realityshow di TV memperlihatkan orang yang menceritakan masalahnya dengan gaya mengeluh dan menunjukkan penderitaan. Sah saja jika itudilakukan untuk mendramatisir situasi untuk mengejar rating sebuah acara meskipun apa yang diperlihatkan itu jadi kurang mendidik. Tapi kenyataannya, sadar atau tidak, kita sering mengeluh terhadap apa yang terjadi pada diri kita. Mengeluh secara eksplisit melalui kata-kata yang diungkapkan atau mengeluh dalam hati berbentuk makian terhadap nasib diri sendiri, umpatan terhadap orang lain dan sebagainya itu semua saja saja.
-Kedua, mengeluh karena kamuflase: Mengeluh tipe ini bisa dikatakan sikap berpura-pura kesulitan mengatasi masalah yang ditunjukkan kepada orang lain untuk suatu tujuan tertentu. Mengeluh kamuflase ini lebih berperan sebagai suatu strategi dari seseorang mencapai yang ia inginkan. Mungkin saja dengan mengeluh, ia menganggap orang lain akan iba dan membantunya mendapatkan sesuatu. Mengeluh tipe ini yang lebih mengkhawatirkankarena bisa menipu dan ikut merugikan orang lain. Saya teringat semasa kecil, salah satu adik saya gemar mengumpulkan makanan atau hadiah berupa barang yang diterima dari orang lain. Tetapi, dia pun ingin memiliki yang orang lain punya dan ingin diberikan hadiah lagi dan lagi. Jadi, barang-barang atau makanan yang dia miliki disembunyikannya dan dia merengek kepada setiap orang yang dianggapnya bisa jadi tempat bermanja-manja. Karena rasa iba orang lain dengan rengekannya, dia pun mendapatkan hadiah demi hadiah. Yang terjadi pada adikku ini merupakan kamuflase cara berpikir anak-anak yang sangat tidak mustahil juga dilakukan oleh orang dewasa. Hanyasaja, apa yang dikejar oleh orang dewasa bobotnya lebih berat dari yang diinginkan anak-anak.
Kita tidak akan membahas lebih jauh untuk jenis mengeluh yang kedua karena itu bukan mengeluh pada artian sebenarnya. Alasan mengeluh sendiri banyak, tetapi mengeluh sendiri dasarnya adalah disebabkan rasa kurang bersyukur seseorang pada kondisi yang diterimanya. Selain itu, mengeluh itu juga bisa disebabkan pada ekspektasi diri sendiri yang berlebihan, menganggap diri istimewa dan butuh perlakuan istimewa dari orang lain juga. Sehingga, ketika oranglain memperlakukannya biasa saja seperti yang lainnya, timbullah kekecewaan. Anda pun pernah dengar kan istilah 'semakin tinggi angan-angan akan semakin tinggi kekecewaan'?
Mengeluh bisa dilakukan di mana dan kepada siapapun. Tetapi, di zaman media jejaring sosial saat ini,mengeluh seringkali dilakukan di facebook atau jejaring sosial lainnya. Beberapa contoh status yang diangkat di media jejaring sosial: “Tuhan, ambil nyawaku...”, “Lagi-lagi dia bikin gue kesel. Kapan dia bisa bikin gue tenang?”, “Pekerjaan menumpuk semakin membuatku gila!”, “Teman, mungkin ini hari terakhirku.Aku gak sanggup lagi hidup di dunia ini..”, dan sebagainya.
Pernahkah terpikir bagaimana perasaan orang lain yang membaca keluhan-keluhan kita? Mungkin di antara mereka yang membaca ada yang bersimpatik, memberi komentar yang menyemangati, mengingatkan kita untuk lebih positif, ada juga yang bersikap tidak peduli atau malah jadi terganggu karena suasana hati pembaca status kita tersebut ikut menjadi negatif. Salah satu contoh kutipan penolakan keluhan orang lain dalam bahasa gaul saat ini yaitu “masalah lo, derita lo!”. Kurang nyaman bukan mendapat respon seperti itu? Beberapa pertanyaan susulan lainnya yang perlu kita jawab pun muncul. Apakah dengan mengeluh di depan umum kita dapat solusi? Apakah berdoa harus lewat jejaring sosial? Apa Tuhan lebih suka hambanya meminta lewat jejaring sosial? Jika kita sakit hati,mengeluh dan orang lain bersimpati, puaskah kita? Apa lantas masalah penyebab sakit hati kita bisa didapat solusinya? Saya yakin jawaban semua pertanyaan tadi tentu “tidak”.
Mengeluh atau bercurhat di media jejaring sosial, bukan hanya tidak efektif tetapi juga bisa berdampak negatif pada citra diri kita di mata orang lain. Mengeluh menunjukkan pola pikir seseorang yang kurang sehat, kurang bersemangat menjalani hidup dan gagalnya seseorang mengadaptasi diri dengan lingkungan sosial. Hal tersebut membuat banyak manajer SDM perusahaan menolakcalon staf yang cenderung suka mengeluh. Hal ini disampaikan seorang teman saya yang menerima pengakuan manajer HRD sebuah perusahaan.
Ada kalanya mengeluh dilakukan karena merasa diri lebih rendah dari orang lain atau ada rasa iri atas apa yang didapat orang lain. Mengenai hal ini, salah satu ayat Al-Qur'an membahasnya:
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian darikarunia-NYA. Sungguh Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS:An-Nisa:32)
Jika segala persoalan dianggap jadi beban, Al-Qur'an pun mengungkapkan bahwa:
“Allah tidak menghendaki untuk memberikan kamu sesuatu beban yang berat, tetapi ia berkehendak untuk membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu supaya kamu berterimakasih.” (QS:Al-Maidah: 6)
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (QS: Al- Insyirah: 5-6).
Mengeluh itu salah satu wujuh rasakurang bersyukur kita terhadap apa yang kita terima. Tentu saja obat untuk segala keluhan itu tadi ya hanya rasa bersyukur yang ditanamkan ke dalam hati kita. Berpikiran positif atau sikap kona'ah bisamembantu kita untuk terus bersyukur. Salah satu hadist pun mengatakan:
"Sesungguhnya Allah berfirman: "Aku sebagaimana prasangka hambaku kepada-Ku. Aku bersamanya jika ia berdoa kepada-Ku." [HR.Turmudzi]
Berbicara prasangka, hati kita punya peran utama. Jika hatinya bersih, memandang diri sebagai manusia yang sama derajatnya dengan manusia lain, tidak lebih rendah ataupun lebihtinggi maka mengeluhpun tak akan pernah jadi pilihan.
Jadi, masih pantaskah kita mengeluh? tentu tidak dong ya...
Komentar
Posting Komentar