Mau menegakkan syari'ah? Jangan tanggung-tanggung dong!
Aceh,
daerah dengan keistimewaan syariat Islam sebagai pagar kehidupannya,
justru sering diguncang kontroversi dengan beberapa qanun syariat yang
diluncurkan oleh pemerintah daerahnya. Isu besar yang hangat dibicarakan
saat ini yaitu rencana qanun yang mengatur wanita agar dilarang
mengangkang saat berkendara motor. Pertanyaannya, tak ada hal lain yang
lebih pentingkah untuk diperhatikan? sudah sempurnakah perilaku
sehari-hari masyarakat yang berada dalam aturan qanun-qanun yang ada?
Jika pemerintah maupun dinas syariat Islam, bahkan masyarakat Aceh pada umumnya mau berkaca... lihatlah yang terjadi sehari-hari, banyak perintah Allah yang wajib saja masih ditinggalkan oleh warganya. Setiap waktu shalat jum'at, banyak kaum lelakinya yang melalaikan dan bersembunyi di rumah, warung, kafe dan tempat-tempat lainnya, bahkan ada yang terang-terangan tidak melakukan shalat jum'at dengan alasan berhalangan dan alibi yang dibuat-buat. Di waktu shalat tarawih di bulan ramadhan banyak jama'ah yang justru duduk di warung-warung kopi yang dipadamkan lampunya supaya lolos dari pengamatan WH (dinas syariat Islam). Lihatlah juga di tempat-tempat wisata yang ada di Aceh, seberapa banyak warga memenuhi ruang-ruang mushola di waktu-waktu shalat wajib datang? Kebanyakan malah bablas meneruskan kegiatan wisatanya dan mengabaikan suara adzan. Bahkan tak jarang tempat wisata yang bahkan tak menyediakan tempat shalat khusus! Justru saya melihat jama'ah di daerah lain lebih ramai mengisi masjid untuk shalat berjamaah di waktu-waktu shalat wajib, apalagi shalat jum'at dan hari raya.
Bicara soal hijab antara laki-laki dan perempuan, masih seringkali di beberapa masjid saya temukan laki-laki menerobos tempat wudhu wanita, padahal sudah disediakan tempat khusus laki-laki, pengurus masjid melihatnya tetapi membiarkannya. Itu yang namanya menjunjung hijab? Membuat perempuan merasa risih di wilayahnya sendiri?
Bagaimana dengan tradisi syukuran yang masih sering berlebihan bahkan ada yang menjadikannya ajang ria untuk menunjukkan status? Bagaimana dengan tradisi KKN di Aceh yang masih marak yang justru banyak terjadi di kalangan pemeritah sendiri? Kecurangan-kecurangan pajak oleh pengusaha-pengusaha Aceh? Tradisi tidak jujur dan ria seperti ini didiamkan saja begitu?
Kalaupun dipelajari lagi, bagaimana bisa qanun secara khusus mengatur larangan mengangkang bagi perempuan yang naik motor. Hal ini sudah diumbar secara umum... banyak penafsiran berbeda-beda. Bagaimana jika perempuan itu membawa motor yang bukan matic yang otomatis membuatnya terpaksa mengangkang? Bagaimana jika dia tetap mengangkang tapi sopan dengan tetap menutup auratnya? Bagaimana dengan perempuan yang dibonceng, jika dia dibonceng oleh muhrimnya, dan tetap sopan dengan menutup aurat? apa mereka tetap dilarang mengangkang juga?!
Banyak hal lain yang masih perlu diperhatikan dan diatur oleh pemerintah Aceh, bukan malah membuat aturan tidak jelas yang mengundang perselisihan pendapat sesama umat Islam. Posisi duduk perempuan dalam berkendara motor kan bisa diatur dengan himbauan... bukan soal posisinya saja, tapi bagaimana sikap si perempuannya juga. Tidak mengangkang pun kalau roknya mini kan tetap saja mengumbar aurat! Banyak daerah lain yang tak pakai qanun justru perempuannya bersikap sopan saat berkendara motor. Itu karena mereka sudah punya kesadaran yang dicontohkan oleh para contoh masyarakatnya.
Kalau masyarakat Aceh ditekan dengan aturan-aturan berlebihan yang tidak perlu hampir sama dengan mengekang mereka dalam sangkar. Bukan tidak mungkin malah makin banyak warga Aceh yang menyalurkan 'kenakalannya' di kota-kota lain di luar Aceh.
Semoga pemerintah masih mau mendengar aspirasi dari masyarakatnya dan memahami kondisi moral yang nyata saat ini. Yang terpenting bukan memerintah atau melarang, tapi mencontohkan dan mengajak. Iya toh?
Semoga damai selalu menaungi masyarakat di Aceh. Dan semoga proses pembangunan di Aceh berjalan lancar di masa berikutnya dengan dibantu kesadaran dari warganya sendiri.
Jika pemerintah maupun dinas syariat Islam, bahkan masyarakat Aceh pada umumnya mau berkaca... lihatlah yang terjadi sehari-hari, banyak perintah Allah yang wajib saja masih ditinggalkan oleh warganya. Setiap waktu shalat jum'at, banyak kaum lelakinya yang melalaikan dan bersembunyi di rumah, warung, kafe dan tempat-tempat lainnya, bahkan ada yang terang-terangan tidak melakukan shalat jum'at dengan alasan berhalangan dan alibi yang dibuat-buat. Di waktu shalat tarawih di bulan ramadhan banyak jama'ah yang justru duduk di warung-warung kopi yang dipadamkan lampunya supaya lolos dari pengamatan WH (dinas syariat Islam). Lihatlah juga di tempat-tempat wisata yang ada di Aceh, seberapa banyak warga memenuhi ruang-ruang mushola di waktu-waktu shalat wajib datang? Kebanyakan malah bablas meneruskan kegiatan wisatanya dan mengabaikan suara adzan. Bahkan tak jarang tempat wisata yang bahkan tak menyediakan tempat shalat khusus! Justru saya melihat jama'ah di daerah lain lebih ramai mengisi masjid untuk shalat berjamaah di waktu-waktu shalat wajib, apalagi shalat jum'at dan hari raya.
Bicara soal hijab antara laki-laki dan perempuan, masih seringkali di beberapa masjid saya temukan laki-laki menerobos tempat wudhu wanita, padahal sudah disediakan tempat khusus laki-laki, pengurus masjid melihatnya tetapi membiarkannya. Itu yang namanya menjunjung hijab? Membuat perempuan merasa risih di wilayahnya sendiri?
Bagaimana dengan tradisi syukuran yang masih sering berlebihan bahkan ada yang menjadikannya ajang ria untuk menunjukkan status? Bagaimana dengan tradisi KKN di Aceh yang masih marak yang justru banyak terjadi di kalangan pemeritah sendiri? Kecurangan-kecurangan pajak oleh pengusaha-pengusaha Aceh? Tradisi tidak jujur dan ria seperti ini didiamkan saja begitu?
Kalaupun dipelajari lagi, bagaimana bisa qanun secara khusus mengatur larangan mengangkang bagi perempuan yang naik motor. Hal ini sudah diumbar secara umum... banyak penafsiran berbeda-beda. Bagaimana jika perempuan itu membawa motor yang bukan matic yang otomatis membuatnya terpaksa mengangkang? Bagaimana jika dia tetap mengangkang tapi sopan dengan tetap menutup auratnya? Bagaimana dengan perempuan yang dibonceng, jika dia dibonceng oleh muhrimnya, dan tetap sopan dengan menutup aurat? apa mereka tetap dilarang mengangkang juga?!
Banyak hal lain yang masih perlu diperhatikan dan diatur oleh pemerintah Aceh, bukan malah membuat aturan tidak jelas yang mengundang perselisihan pendapat sesama umat Islam. Posisi duduk perempuan dalam berkendara motor kan bisa diatur dengan himbauan... bukan soal posisinya saja, tapi bagaimana sikap si perempuannya juga. Tidak mengangkang pun kalau roknya mini kan tetap saja mengumbar aurat! Banyak daerah lain yang tak pakai qanun justru perempuannya bersikap sopan saat berkendara motor. Itu karena mereka sudah punya kesadaran yang dicontohkan oleh para contoh masyarakatnya.
Kalau masyarakat Aceh ditekan dengan aturan-aturan berlebihan yang tidak perlu hampir sama dengan mengekang mereka dalam sangkar. Bukan tidak mungkin malah makin banyak warga Aceh yang menyalurkan 'kenakalannya' di kota-kota lain di luar Aceh.
Semoga pemerintah masih mau mendengar aspirasi dari masyarakatnya dan memahami kondisi moral yang nyata saat ini. Yang terpenting bukan memerintah atau melarang, tapi mencontohkan dan mengajak. Iya toh?
Semoga damai selalu menaungi masyarakat di Aceh. Dan semoga proses pembangunan di Aceh berjalan lancar di masa berikutnya dengan dibantu kesadaran dari warganya sendiri.
Komentar
Posting Komentar